Bacaan Alkitab Setahun: Mazmur 12; Matius 12; 2 Raja-Raja 9-10
Ada seorang ibu penjual kue cucur di Surabaya yang rindu bisa memberikan sesuatu buat Tuhan. Tapi ia cuma pembuat kue cucur yang miskin. Ia tidak bisa memberikan persembahan yang banyak atau meluangkan waktu ekstra untuk melayani di gereja. Jadi ia berpikir apa yang bisa diberikannya buat Tuhan. Akhirnya ia mengambil tekad bahwa dari setiap 3 kue cucur yang terjual, satu akan dipersembahkan buat Tuhan.
Satu kali ia memberikan kue cucur keempat kepada seorang pendeta. "Ini untuk bapak, gratis." Kata ibu itu, "karena bapak adalah pelayan Tuhan." Awalnya pendeta berkeras membayar karena ia tidak sampai hati melihat kondisi si ibu. Tapi setelah ibu itu menceritakan komitmennya pada Tuhan, pendeta menerima kue cucur gratisnya denga mata basah. "Ibu itu mengerti betul apa yang disebut sebagai the pain of giving," kotbah pendeta itu di sebuah gereja beberapa minggu kemudian.
Kue cucurnya sendiri sebetulnya cuma kue murahan. Tidak lebih berharga dibandingkan 2 keping uang receh persembahan si janda miskin di Alkitab. Tapi yang membuat pemberian murahan itu menjadi begitu berharga adalah hati yang rla memberi sampai sakit untuk Tuhan. The pain of giving hanya dapat dirasakan oleh mereka yang rela mendedikasikan pekerjaan, uang, waktu, atau talenta sampai batas yang paling maksimal. Ini bukan berarti seseorang harus menjadi sadomasochist yang suka menyiksa diri sendiri, tapi ia berani bayar harga dan berkorban demi memberikan yang terbaik pada Tuhan.
Have you ever felt the pain of giving?